Selasa, 21 Agustus 2007

Wacana Kemukjizatan Alquran dan Pandangan Ibnu Taimiyyah

Alquran hingga detik ini diyakini oleh umat Islam sebagai satu-satunya kitab suci wahyu Tuhan yang memiliki keistimewaan luar biasa. Satu keistimewaan yang sulit ditemukan pada kitab-kitab wahyu yang Tuhan turunkan kepada umat-umat sebelum Nabi Muhammad SAW. Keistimewaan ini makin lengkap dengan adanya legitimasi Tuhan yang menjamin otentisitas Alquran hingga hari kiamat, “Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Dzikr (Alquran), maka Kami pula yang akan menjaganya.” (Al-Hijr: 9)
Demikianlah, Allah SWT menjamin keotentikan Alquran, jaminan yang diberikan atas dasar kemahakuasaan dan kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat di atas, setiap Muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Alquran tidak berbeda sedikitpun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah SAW, dan yang didengar serta dibaca oleh para sabahat Nabi SAW (M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, 1992).
Keistimewaan Alquran, sering, bahkan selalu dikaitkan dengan istilah mukjizat. Alquran disebut istimewa karena ia adalah mukjizat utama Rasulullah SAW. Terbukti di sepanjang sejarah manusia pada masa Nabi SAW hingga saat ini, belum ada yang mampu menandingi karya agung Tuhan ini. Padahal, tantangan sudah Alquran gelar bagi siapa pun yang ingin membuat semisalnya hingga satu ayat saja. Tak ada yang mampu melakukannya.
Tantangan Alquran terhadap orang-orang Arab pada masa Nabi SAW, misalnya, terjadi dalam tiga tahapan. (Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an,1998) Pertama, tantangan dengan seluruh Alquran dalam uslub umum yang meliputi orang Arab sendiri dan orang lain, manusia dan jin, dengan tantangan yang mengalahkan kemampuan mereka secara padu melalui firman-Nya, “Katakanlah (wahai Muhammad) kepada umatmu, jika mereka berkoalisi dengan jin untuk membuat Alquran lain yang sama dengan Alquranmu, niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya, meskipun satu sama lain saling membantu.” (Al-Isra: 88)
Kedua, menantang mereka dengan sepuluh surat saja dari Alquran, “Apakah mereka mengatakan bahwa Muhammad yang membuatnya? Katakanlah (ya Muhammad), buatlah sepuluh surat saja yang seperti Alquran. Kalau perlu, undanglah orang-orang yang kalian yakini mampu, tanpa keterlibatan Allah jika kalian yakin bisa membuatnya.” (Hud: 13)
Ketiga, menantang mereka dengan satu surah saja dari Alquran, “Apakah mereka mengatakan bahwa Muhammad-lah yang membuat Alquran? Katakan kepada mereka untuk membuat satu surat saja yang semisal Alquran.” (Yunus: 38). Dalam ayat yang lain, Allah SWT juga menggelar tantangan, “Jika kalian tetap meragukan apa yang Kami telah turunkan kepada Muhammad, coba, buatlah satu surat yang semisalnya. Kalau perlu, undanglah orang-orang yang kalian yakini bisa membantu untuk membuatnya, jika kalian yakin bisa membuatnya.” (Al-Baqarah: 23)

Wacana kemukjizatan Alquran
Ketidakmampuan manusia yang sudah dibuktikan dalam rentangan sejarah untuk membuat yang sebanding dengan Alquran, dari dulu, hingga saat ini masih terus diperdebatkan. Sebagian besar kalangan Muslimin meyakini bahwa Alquran memang betul-betul kalam Allah SWT yang tidak akan seorangpun mampu membuatnya.
Setiap yang membuat, pasti akan gagal. Penyebabnya antara lain, gaya bahasa Alquran yang sangat indah. Suatu gaya bahasa yang tak terbetik sebelumnya di kalangan para penyair Arab kala itu. Pandangan semacam ini umum dianut oleh kalangan Salaf.
Namun, ada juga kalangan kaum Muslimin yang memandang bahwa manusia itu sebenarnya mampu untuk membuat seperti Alquran, akan tetapi karena Allah SWT mencabut kemampuan mereka, akhirnya mereka menjadi tidak mampu. Pandangan ini umum dianut oleh Muktazilah.
Adalah Abu Ishak Ibrahim al-Nazzam dan pengikutnya dari kalangan Syiah seperti Al-Murtadha, yang menyatakan hal demikian. Mereka berpendapat bahwa kemukjizatan Alquran adalah dengan cara sarfah (pemalingan). Arti al-Sarfah menurut Al-Nazzam ialah bahwa Allah SWT memalingkan orang-orang Arab untuk menantang Alquran padahal, sebenarnya mereka mampu menghadapinya. Maka pemalingan inilah mukjizatnya.
Dengan substansi yang hampir sama, Al-Murtada mengartikan al-Sarfah sebagai pencabutan yang Allah SWT lakukan terhadap potensi-potensi manusia untuk membuat Alquran. Potensi yang dimaksudkannya adalah ilmu-ilmu yang diperlukan untuk menghadapi Alquran agar mereka tidak mampu untuk membuat yang seperti Alquran. (Lihat Manna Khalil al-Qattan atau Musthafa Shadiq al-Rafii, I’jaz Alquran wa al-Balaghah al-Nabawiyyah)
Namun pandangan seperti ini umumnya ditolak oleh kalangan Salaf, sebab, itu menunjukkan adanya ketidak-fair-an. Bagaimana bisa, menantang sesuatu yang telah lemah? Selain itu, pandangan ini akan menggiring pada keyakinan bahwa Alquran itu sejatinya bukan mukjizat. Karena, Alquran itu sebenarnya biasa saja, tidak ada yang istimewa. Allah-lah yang membuat orang tidak mampu membuatnya. Bukan Alquran yang mukjizat.
Demikian kritikan yang Abu Bakar al-Baqillani lontarkan. Menurutnya, salah satu hal yang membatalkan pendapat sarfah ialah argumen yang menyatakan bahwa kalaulah menandingi Alquran itu mungkin tetapi karena dihalangi oleh sarfah, maka kalam Allah itu tidak mukjzat, melainkan sarfah-nya yang mukjizat. Dengan demikian, kalam itu sendiri tidak mempunyai kelebihan apa pun atas kalam yang lain.
Selain itu, ayat Alquran yang berisikan tantangan sama sekali tidak menunjukkan adanya sarfah. Justru manusia masih memiliki kemampuan, tapi mereka lemah sendiri. Karena, jika kemampuan mereka telah dicabut, maka berkumpulnya jin dan manusia tidak lagi berguna. Mereka laksana perkumpulan orang-orang yang mati. Hal itu tentu saja tidak patut disebut-sebut oleh Alquran.
Selain dua pandangan besar di atas, masih banyak pandangan-pandangan tentang kemukjizatan Alquran, namun hampir sebagian besarnya berkisar pada aspek kebahasaan Alquran, yang menyangkut balaghah, badi’, isinya yang terkait dengan pemberitaan hal gaib, dan isinya yang mengandung pesan-pesan ilmu dan hikmah.
M. Quraish Shihab dalam Mukjizat Alquran Ditinjau Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib-nya (1997) juga mengemukakan hal yang hampir sama. Sebelum membantah adanya pandangan sarfah, beliau terlebih dahulu merumuskan pertanyaan bahwa benarkah semangat mereka dilemahkan Allah SWT? Benarkah semangat mereka pudar? Benarkah tidak ada upaya dari mereka? Ternyata, sejarah Alquran mencatat sebaliknya!
Sejarah menjelaskan bahwa mereka berusaha menghalangi laju ajaran Alquran dengan menggunakan segala cara yang mereka mampu lakukan. Bukankah mereka melawan Muhammad SAW dengan pedang dan tombak? Mengapa mereka harus melakukan hal yang sukar ini, jika memang mereka mampu meruntuhkan dakwah Nabi Muhammad SAW dengan membuat semacam Alquran? Hal ini justru menunjukkan bahwa semangat menantang tetap menggebu, hanya saja semangat membuat semacam Alquran itu tidak terlayani. Mereka sadar akan kemampuan mereka yang terbatas. Mereka terpaksa mencari cara lain.

Pandangan Ibnu Taimiyyah
Ibnu Taimiyyah (661-728 H) lahir dalam konstelasi perdebatan tentang kemukjizatan Alquran yang masih menghangat. Sebagai neo-Salaf di zamannya, beliau memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda dengan yang dianut oleh para pendahulunya. Namun agak berbeda dengan pendahulunya yang memandang segi kemukjizatan Alquran hanya pada aspek bahasa.
Ibnu Taimiyyah justru memandang bahwa kemukjizatan Alquran tidak hanya itu. Akan tetapi terletak pada aspek yang beliau sebut dengan ayat, bayyinah dan burhan. Alquran adalah ayat, bayyinah dan burhan bagi umat manusia seluruhnya. Tiga aspek inilah yang Ibnu Taimiyyah sebut dengan inti kemukjizatan Alquran. (Lihat Ibnu Taimiyyah, Tafsir al-Kabir, 1997).
Menurut beliau, sebenarnya tidak ada kata mukjizat dalam Alquran. Yang ada hanya istilah ayat, bayyinah, dan burhan. Ayat-ayat Alquran, misalnya menjelaskan ketiga hal itu, “Wahai orang-orang yang beriman, sungguh telah datang kepada kalian burhan dari Tuhan kalian. Kami juga turunkan cahaya yang jelas untuk kalian.” (An-Nisa: 174).
Para Nabi utusan Allah SWT tidak disebutkan memiliki mukjizat, akan tetapi disebutkan memiliki ayat, burhan, dan bayyinah, “Ketika ayat datang kepada mereka, mereka malah berkata, ‘Kami tidak akan beriman hingga kami diperlihatkan sesuatu yang oleh para nabi utusan Allah zaman dulu perlihatkan’. Katakanlah, Allah itu lebih tahu dengan risalah yang ia buat.” (Al-An’am: 124)
Pandangan beliau tentang kemukjizatan Alquran, lengkap beliau tuangkan dalam bahasan khusus dalam tafsirnya, Tafsir al-Kabir. Di sini, beliau tidak hanya mampu menjadikan sekaligus menempatkan Alquran sebagai wahyu sakral, tapi lebih dari itu, ia mampu membawa kesakralan Alquran dalam wilayah manusia.
Alquran menjadi ayat bagi umat manusia, yang dengannnya, manusia mampu menemukan relasi dan kesadaran bahwa ada pencipta Alquran yang jauh lebih hebat, yaitu Allah SWT. Alquran juga menjadi burhan karena isi yang dikandungnya sarat dengan pesan-pesan petunjuk universal dan abadi, yang selalu menyertai dan mengontrol kehidupan umat manusia, sekaligus menjadi solusi bagi problem-problem manusia dan kemanusiaan. Alquran juga sebagai bayyinah untuk menjelaskan kepada umat manusia hal-hal yang baik untuk dilakukan, dan hal-hal buruk untuk ditinggalkan.
Tiga kunci itu yang Ibnu Taimiyyah yakini sebagai mukjizat Alquran. Dengan demikian, terlihat jelas, Ibnu Taimiyyah cenderung memperlakukan Alquran bukan pada materi dan simbol-simbol Alquran, tapi lebih pada paparan pesan Alquran untuk umat manusia secara keseluruhan. Wallahu a’lam

Duta Masyarakat, 23 Agustus 2005

1 komentar:

xistumtaboada mengatakan...

Harrah's Philadelphia Casino & Racetrack - Mapyro
경주 출장마사지 harrahs-philly 여수 출장샵정읍 출장안마 harrahs-philly Find all Harrah's 거제 출장샵 Philadelphia Casino & Racetrack information, photos, 영주 출장샵 prices, 777 Harrahs Blvd, Chester, PA 19013, USA.