Selasa, 14 Agustus 2007

Kejar Terus Para Koruptor!

Institusi kejaksaan menjadi titik sentral penentu nasib para koruptor di negeri ini. Presiden SBY sudah memberikan kesempatan yang besar kepada institusi tersebut untuk menghukum seberat-beratnya para pencuri uang negara itu. Namun, tampaknya, hingga saat ini, kita masih melihat, upaya yang mereka lakukan belum maksimal. Banyak pihak yang malah menilai kinerja mereka gagal total.
Dalam suatu kesempatan, Amien Rais menyatakan, para koruptor yang ditangkap masih berlevel kacangan, belum sampai pada kasus yang besar-besar. Pendek kata, yang ditangkap masih kelas teri, belum kakap. Hal tersebut tentu menjadi kekhawatiran kita semua. Jika institusi itu gagal, rakyat akan makin terkapar menderita.
Karena itu, dukungan semua pihak harus digulirkan untuk mendukung institusi tersebut. Jangan sampai mereka dibayar koruptor untuk melepaskan jerat hukum. Di situlah mereka diuji. Sejauh mana institusi tersebut didayagunakan secara maksimal.

Pada zaman Nabi
Kita patut belajar pada kasus yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw hidup. Sebagai seorang hakim, Nabi pernah memutuskan satu kasus pencurian. Suatu ketika, ‘Urwah bin al-Zubayr, salah seorang sahabat Nabi, bercerita kepada al-Zuhri tentang kejadian yang disaksikannya.
Ketika itu, kata dia, Urwah melihat ada seorang wanita bernama Fathimah al-Makhzumiyah, putri kepala Suku al-Makhzumi yang terkenal memiliki kedudukan yang tinggi, pada hari Fathu Mekkah (8 H) yang kedapatan mencuri.
Kaumnya meminta kepada Usamah bin Zayd yang terkenal dekat dengan Nabi karena ayahnya, Zayd bin Haritsah, adalah anak angkat Nabi. Mereka menemui Usamah dan meminta agar menolong putri kepala suku itu, sehingga tidak akan dihukum Nabi.
Kemudian, datanglah Usamah menemui Nabi dengan menceritakan maksud serta tujuannya. Setelah mendengar penjelasan Usamah, berubahlah roman muka Nabi. Beliau berkata, “Apakah engkau akan mempersoalkan ketentuan hukum yang sudah ditetapkan Allah Swt dengan pasti?” Usamah kemudian menjawab, “Maafkan aku, wahai Rasul Allah.”
Menjelang sore, Rasulullah berdiri di hadapan para sahabatnya sambil berkhotbah dengan lebih dulu memuji Allah Swt karena Dia-lah pemilik segala pujian, “Sesungguhnya, kehancuran umat-umat sebelum kalian semua disebabkan perbuatan mereka sendiri. Ketika salah seorang yang dianggap memiliki kedudukan dan jabatan tinggi mencuri, mereka melewatkannya atau tidak menghukumnya.
Namun, ketika ada seorang yang dianggap rendah, lemah dari segi materi atau orang miskin yang tidak memiliki apa-apa, maupun kalangan orang biasa, mereka menghukumnya. Ketahuilah, demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya Fathimah putri Muhammad mencuri, pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR Al-Bukhari: 4304)
Setelah itu, Rasulullah menyuruh memotong tangan Fathimah al-Makhzumiyah tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Setelah pelaksanaan hukuman itu selesai, Nabi menyatakan bahwa tobatnya telah diterima Allah Swt. Dan, perempuan itu menjalani hidupnya secara normal, menikah, serta bekerja seperti biasa. Hingga suatu ketika dia datang kepada ‘Aisyah untuk mengajukan suatu kebutuhan pada Nabi dan beliau menerimanya (HR al-Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi, Abu Dawud, al-Nasa’i, dan Ibn Majah).

Pengabdi rakyat
Korupsi merupakan bentuk pencurian yang berdampak paling mengerikan bagi masyarakat luas. Bukti nyata bisa kita lihat di negeri ini. Ekonomi ambruk, kemiskinan meningkat tajam, sarana pendidikan mengkhawatirkan, subsidi BBM dicabut, harga-harga kian melambung tinggi, utang negara makin menumpuk, sedangkan koruptor secara buas menggerus harta rakyat tanpa takut dihukum. Peringkat atas negara terkorup di dunia memang layak disematkan.
Karena itu, para koruptor harus dihukum seberat-beratnya. Hal tersebut tidak bisa dilakukan jika mental kejaksaan kita masih memble, cengeng, dan krupuk. Seratus hari pada awal pemerintahan Presiden SBY masih menyisakan agenda serius yang belum tuntas seratus persen, terutama masalah penanggulangan kejahatan korupsi.
Namun, kita semestinya tidak cepat-cepat secara dini menilai bahwa kejaksaan gagal. Kita juga mesti melihat bahwa korupsi memang telah berakar kuat menghunjam dalam setiap sendi kehidupan berbangsa. Bisa menumpas budaya korupsi di negeri ini hanya dalam hitungan 100 hari adalah mimpi.
Persoalannya sudah sangat akut. Ibarat pesakitan, negeri ini dilanda penyakit korupsi yang sudah menjalar ke mana-mana. Amputasi saja tidak cukup. Dibutuhkan obat mujarab, selain menyembuhkan dan menghilangkan penyakit ini, untuk mencegah penyakit itu muncul kembali di kemudian hari.
Obat tersebut tiada lain adalah komitmen kuat disertai bukti nyata dan konsisten dengan prinsip: pemerintah pengabdi rakyat, bukan sebaliknya. Pemerintah yang mengabdikan pikiran dan tenaga untuk kemaslahatan rakyat serta bangsa ini merupakan modal kekuatan potensial yang bisa menguras negeri ini dari koruptor.
Dukungan berbagai pihak tentu juga menjadi faktor utama, baik moral maupun materi, terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi.
Kita sangat berharap institusi pengadilan bisa benar-benar menjadi ikon keseriusan dalam memberantas korupsi. Karena itu, tiada kata lain buat pemerintahan SBY-MJK, khususnya institusi kejaksaan, selain: kejar terus para koruptor. Wallâh a‘lam.

Indo Pos, Jumat 28 Januari 2005

Tidak ada komentar: