Jumat, 17 Agustus 2007

Mewaspadai Penyimpangan Dana BOS

Setelah melakukan pengecekan di sekolah-sekolah di Surabaya, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Bambang Sudibyo menyatakan penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) relatif masih aman dari aneka bentuk penyimpangan.
Mendiknas juga meninjau langsung beberapa sekolah di beberapa provinsi. Dugaan adanya penyimpangan ternyata masih isu. Di lapangan, menurutnya, tidak ditemukan hal-hal mencurigakan tersebut. Yang ia temukan beberapa sekolah yang belum memiliki rekening.
Pernyataan Mendiknas itu perlu disikapi secara kritis. Pertama, jumlah sekolah yang ia tinjau langsung tidak menjamin penyimpangan dana BOS itu tidak diselewengkan pada sekolah-sekolah yang lain. Karena, institusi-institusi pendidikan, terkhusus sekolah-sekolah bukan institusi yang jauh dari praktik-praktik penyelewengan dana. Sama halnya dengan yang lain, institusi ini berpotensi menilap dana. Terutama, jika dana yang diterimanya lumayan besar.
Kedua, adanya beberapa sekolah yang ternyata belum memiliki rekening, bakal menimbulkan kekhawatiran akan masuknya dana BOS ke rekening kepala-kepala sekolah. Hal ini sangat berbahaya jika tidak dipantau secara cermat oleh semua kalangan, khususnya pemerintah. Kepala sekolah adalah sentral sekolah. Ia berpotensi melakukan tindakan apa pun atas nama jabatannya itu, demi keuntungan pribadi.
Aliran dana ke rekening kepala sekolah patut menjadi perhatian serius guna menyelamatkan dana BOS hingga aman sampai ke tangan siswa.
Ketiga, ternyata ada sekolah-sekolah yang berniat mengembalikan dana BOS. Alasan yang dikemukakan antara lain karena sekolah-sekolah tersebut sudah merasa mampu melengkapi kebutuhannya sendiri dari dana wali siswa. BOS itu dianggap salah sasaran.

Banyak yang “ngiler”
Masih banyak sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil yang lebih membutuhkan, tapi belum terdata dan terpantau karena beberapa sebab. Hal ini juga bisa rawan penyimpangan. Dana bisa saja ditilap, bukan oleh sekolah tapi oleh oknum-oknum pejabat dinas yang menyalurkan dana BOS tersebut.
Oleh karena itu perlu secepatnya dilakukan peninjauan ulang terhadap data-data yang diterima. Jangan sampai aliran-aliran dana itu ‘nyasar’ ke tempat yang tidak layak, apalagi masuk ke kantong oknum pejabat nakal tersebut.
Seperti diketahui, dana BOS yang mencapai Rp 6,27 triliun memang dialokasikan untuk program sekolah gratis. Dana ini akan digunakan untuk pendaftaran siswa baru, buku pelajaran pokok dan penunjang, pemeliharaan sekolah, ujian sekolah, ulangan umum bersama, ulangan umum harian, honor guru, dan transportasi siswa yang tidak mampu.
Secara kalkulatif, setiap siswa akhirnya akan mendapat sekitar Rp 200-300 ribuan lebih dengan rincian: Rp 235 ribu untuk siswa SD atau sederajat, dan Rp 324.500 untuk siswa SMP atau sederajat setiap tahunnya.
Bisa dibayangkan betapa besarnya dana untuk BOS ini. Bukan hal baru jika berbicara masalah dana, apalagi dana yang sangat besar setiap tahun itu, banyak orang yang ngiler dan berusaha dengan berbagai cara sehalus mungkin untuk mengambil keuntungan pribadi.
Bentuknya, tentu saja dengan melakukan penyelewengan dana. Alasan klasik bisa dikemukakan oleh para maling dana ini: penyunatan atas nama administrasi.
Dalam konteks ini, aliran dana BOS harus betul-betul dipantau. Keberadaan komite sekolah dan peranannya sangat signifikan dan dibutuhkan sebagai pengontrol dana-dana yang telah cair secara langsung.
Selain itu, transparansi dana, baik itu yang telah terkucur maupun yang menerima juga harus dilakukan untuk menghindari sedini mungkin kemungkinan penyelewengan.Antisipasi sedini mungkin
Harus diakui tidak semua sekolah, terutama yang berdomisili di pelosok yang sulit dijangkau, memiliki kelengkapan infrastruktur, seperti rekening dan data penunjang yang lainnya. Beberapa sekolah malah kedapatan sama sekali tidak memiliki rekening. Akhirnya, dana tersebut mengalir ke kas kepala sekolah atau pihak-pihak terkait yang memiliki rekening. Dan ini, jika tidak dikontrol ketat, berpotensi melahirkan penyelewengan.
Gagasan adanya BOS, merupakan langkah maju dan positif yang dilakukan pemerintah saat ini untuk secara bertahap memberikan porsi perhatian yang sangat besar terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan menengah ke bawah. Sudah jamak di ketahui banyak sekali problem yang dihadapi di sini, seperti banyaknya angka putus sekolah karena alasan biaya.
Mutu pendidikan di negeri ini memang terbilang sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga, akibat infrastruktur yang kurang memadai dan ketidakmampuan siswa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Padahal, banyak siswa yang berprestasi dan potensial, hanya karena alasan biaya, tidak bisa melanjutkan studinya.
Dengan BOS diharapkan angka putus sekolah semakin terkikis. Hingga pada gilirannya, setiap anak, minimal hingga tingkat menengah pertama, dapat mengenyam pendidikan secara baik, tanpa terhenti. Langkah ini perlu didukung oleh semua kalangan. Bentuknya, ikut mengkritisi dan selalu memberikan masukan positif, juga melaporkan kepada pemerintah jika ada penyimpangan yang terjadi. Segala bentuk penyelewengan yang mungkin terjadi, harus diantisipasi sedini mungkin.

Sinar Harapan, Senin 19 Desember 2005

Tidak ada komentar: