Minggu, 12 Agustus 2007

Butuh Dukungan dan Suntikan Moril

Berbagai pandangan dari banyak kalangan terhadap kinerja tim pemberantasan korupsi terus bergema dan beraneka ragam. Ada yang bernada optimis, ada pula yang bernada pesimis. Yang bernada optimis memandang bahwa kinerja tim sudah cukup bagus dan menggembirakan. Terbukti dengan banyaknya daftar orang-orang yang diduga menyelewengkan uang negara diperiksa, lalu ditindaklanjuti dengan serius. Malahan, ada yang sudah dihukum, seperti Abdulah Puteh. Yang teranyar dan saat ini masih terus saja menghangat tentu saja adalah kasus dugaan korupsi di KPU sebagai kelanjutan dari tertangkap basahnya Mulyana W. Kusumah ketika mencoba menyuap auditor BPK, Khairiansyah Salman.
Namun, tidak sedikit pula yang memandang pesimis kinerja tim. Pasalnya, hingga saat ini, baru segelintir koruptor yang tertangkap dan tuntas dihukum. Itu pun baru para koruptor kelas teri—meminjam istilah Amien Rais, belum yang kakapnya. Belum kita dengar, misalnya kasus BLBI yang menelan kerugian negara hingga Rp. 200 triliunan lebih, tuntas diselesaikan. Terkesan pula, tim belum melakukan gebrakan spektakuler yang membuat mata seluruh bangsa ini terbelalak kagum.
Pandangan pesimistik ini bisa dimaklumi. Korupsi di negeri ini memang sudah membudaya dan berakar kuat terhunjam dalam setiap segmen kehidupan bangsa ini. Korupsi sudah menjadi monster mengerikan yang sulit diberantas dalam waktu sekejap mata atau semudah membalikkan telapak tangan. Butuh kekuatan super dahsyat—meminjam istilah Deny JA—untuk memberangus dan melumat habis budaya korupsi ini.
Namun, ‘alâ kulli hâl, hemat penulis, apa yang sudah dan sedang dilakukan oleh tim saat ini patut diacungi jempol, meski terkesan belum maksimal. Penulis optimis, jika kerja tim ini terus-menerus ditingkatkan intensitasnya, bekerja siang dan malam dua puluh empat jam—meminjam istilah presiden SBY, korupsi lambat laun akan bisa makin terkikis, meskipun membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Ada beberapa alasan kenapa penulis optimis. Pertama, “keberhasilan” kerja sama yang apik antara tim KPK dengan BPK ketika “menjebak” Mulyana W. Kusumah, sebagai langkah pendahuluan mengungkap indikasi adanya korupsi besar-besaran di KPU, mulai indikasi adanya penggelembungan anggaran hingga manipulasi pajak. Sketsa kerja serius tim dalam hal ini tentu saja tidak bisa ditampik begitu saja. Mereka terbukti mampu membuat strategi jitu untuk “menggelandang” dan “menggeledah” KPU ke meja pemeriksaan KPK.
Kedua, dukungan total pemerintah (dalam hal ini presiden) untuk memberantas korupsi di negeri ini. Kita masih ingat tentunya, ketika sang presiden berkata bahwa sepeser pun uang negara yang digunakan, ia harus dipertanggungjawabkan. Bahkan, baru-baru ini, presiden mengeluarkan delapan “fatwa” tegas dalam hal korupsi kepada tim KPK. Salah satunya adalah “fatwa” untuk memeriksa lembaga kepresidenan di istana negara, sebagai langkah awal pemeriksaan di jajaran birokrasi dan departemen pemerintah di bawahnya.
Ketegasan pemerintah memberikan beberapa implikasi positif. Pertama, tumbuhnya kekuatan moril tim KPK untuk bekerja lebih optimal lagi. Kedua, tumbuhnya kekuatan struktural dan jaringan yang apik antara tim KPK dengan berbagai pihak, seperti pengadilan, kepolisian, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Ketiga, dengan ketegasan pemerintah, mekanisme kerja tim bisa makin dipermudah. Sudah bukan rahasia, presiden SBY tidak pernah mempersulit proses pemeriksaan terhadap para pejabat di pemerintahannya. Beliau malah mempersilakan sendiri kepada tim untuk “melongok” dapur kepresidenan miliknya sendiri.
Kita tentunya berharap banyak, dan wajib optimis dengan segala bentuk pengungkapan korupsi, pemeriksaan, hingga penghukuman terhadap para koruptor. Dengan optimisme, kita akan menyadari bersama betapa kerja tim begitu sangat berat. Butuh dukungan dari berbagai pihak dan kalangan. Kita memang bukan subjek pelaksana langsung pemeriksa para koruptor, tapi kita bisa memberi mereka suntikan kekuatan moril yang luar biasa. Karena, itu adalah modal utama pemberantasan korupsi di negeri ini. Wallâh a‘lam bi al-Shawâb.

Sinar Harapan, Rabu 25 Mei 2005

Tidak ada komentar: