Minggu, 12 Agustus 2007

Irak dan Momentum Juara Asia

Partai final Piala Asia 2007 di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) mempertemukan dua negara gurun: Arab Saudi dan Irak. Sebelumnya, di partai semi final, dua negara ini mengalahkan dua negara “sipit”: Jepang dan Korea Selatan. Pendulum kekuatan sepak bola Asia tahun ini tampaknya jadi milik negara gurun. Di perebutan tempat ketiga, Korea berhasil mengalahkan Jepang dalam drama adu pinalti. Dan, Korea lolos otomatis pada Piala Asia 2011 di Qatar, menyusul Irak dan Arab Saudi sebagai juara dan runner up.
Final kali ini mencetak sejarah dengan tampilnya Irak sebagai juara untuk pertama kalinya di Asia, mengubur mimpi Arab Saudi merengkuh gelar ke-4. Kemenangan Irak disambut gegap gempita di seluruh tanah Irak yang tercabik perang saudara antar dua faksi (Suni dan Syiah) pasca-invasi Amerika Serikat (AS) dan sekutunya guna menggulingkan Presiden Saddam Husein.
Suka cita begitu mendalam di benak setiap pemain Irak setelah peluit terakhir benar-benar berbunyi. Wawancara yang dilakukan oleh salah satu stasiun televisi Timur Tengah terhadap beberapa pemain Irak berisi ucapan syukur sekaligus persembahan untuk Irak yang tercabik. Harapan agar bumi Irak kembali damai. Setidaknya, juara Asia menjadi modal bersatunya Irak membangun masa depan yang porak poranda.
Apa sebetulnya rahasia sukses Irak kali ini? Pada hemat penulis, rahasia itu terletak pada motivasi. Soal motivasi, dipastikan tidak hanya Irak saja. Semua tim yang berlaga di Piala Asia kali ini memiliki motivasi yang sama: merebut juara. Indonesia memiliki motivasi untuk melangkah ke babak kedua. Kenapa tidak sampai termotivasi untuk menjadi juara? Melangkah ke babak kedua adalah mimpi yang sebetulnya cukup realistis, terutama ketika pada laga pertama kita berhasil mengalahkan Bahrain. Sayang, laga terakhir yang sebetulnya cukup hasil imbang, kita dipukul Korea. Langkah kita pun terhenti.
Jepang sang juara bertahan termotivasi untuk mencetak hattrick sebagai kampiun Asia. Sayang, motivasi yang berlebihan menjadi bumerang yang membebani para pemainnya untuk tampil lebih santai. Jepang pada dua laga terakhir (semi final dan perebutan tempat ketiga) harus menelan dua kekalahan beruntun. Sementara, Korea termotivasi untuk merebut gelar Asia setelah cukup lama tidak merengkuhnya. Sayang, dari mulai laga pembuka dengan Arab Saudi yang berakhir imbang, Korea tampak sekali kesulitan mencetak gol, meski pertahanannya cukup baik. Terbukti, tiga laga terakhir (babak perempat, semi final, dan perebutan tempat ke-3), selalu diakhiri dengan adu pinalti).
Lain Jepang dan Korea, lain pula Arab Saudi dan Irak. Dua tim terakhir bertemu di partai pamungkas. Arab Saudi termotivasi untuk merebut gelar ke-4, mungkin terinspirasi oleh sukses tim Samba Brasil yang merengkuh gelar ke-5 Piala Dunia di Jepang-Korea Selatan 2002 lalu. Sayang, motivasi yang sama diusung Brasil untuk bertahan menjadi yang terbaik di dunia pada Piala Dunia Jerman 2006 dihentikan Perancis. Arab Saudi ingin menjadi satu-satunya tim dengan gelar juara terbanyak di Asia. Sayang, motivasi itu lagi-lagi menjadi bumerang. Secara dramatis Irak, tim yang sering ia kalahkan, mengalahkanya justru pada partai-partai krusial seperti final ini.
Lantas, apa yang membedakan motivasi Irak dengan Arab Saudi? Irak, seperti diketahui bersama, tengah dilanda perang saudara setelah invasi AS dan sekutunya. Hampir, setiap hari, selalu terdengar desing peluru dan ancaman-ancaman pemboman. 11 orang tewas saat merayakan lolosnya Irak ke partai final. Irak, tim yang persiapannya bisa dibilang paling minim (hanya sekitar 2,5 bulan), tetaplah Irak dengan sepak bola yang tidak mati.
Tim Irak termotivasi untuk memberikan kado istimewa buat negaranya yang carut-marut, di samping termotivasi untuk mencetak sejarah sekaligus mengalahkan Arab Saudi yang sering kali mengalahkannya. Motivasi tinggi Irak diwujudkan sejak babak pertama dengan menekan dan menciptakan banyak peluang. Sayang, hanya satu gol yang berhasil disarangkan. Padahal, bisa mencetak lebih dari satu.
Sejarah malam itu benar-benar tercipta di GBK. Derai tangis suka cita mengiringi tim kuda hitam yang mempersembahkan kemenangan itu untuk seluruh warga Irak. Harapannya, tercipta persatuan Irak untuk sama-sama bangkit dari keterpurukan. Akankah betul-betul tercipta Irak yang bersatu pasca Piala Asia yang dimenanginya?
Hari-hari ke depan Irak memang tidak bisa terjamin dengan kemenangan Irak di Piala Asia. Tetapi, yang pasti, kemenangan itu sekaligus bermakna tekad bulat seluruh Irak untuk bersatu dan memperbaiki kondisi yang hancur. Kalaupun bukan karena kemenangan Irak, ia bisa dijadikan momentum yang sangat baik untuk perbaikan di Irak. []

Duta Masyarakat, Senin 6 Agustus 2007

Tidak ada komentar: