Minggu, 12 Agustus 2007

Butuh Keberanian Moral

Gelombang kampanye anticaleg tercela yang terjadi di beberapa wilayah baru-baru ini, seperti di Jakarta dan Surabaya, mendapat tantangan cukup besar. Niat tulus segelintir orang yang menginginkan tercipta wakil rakyat dan pemerintahan yang bersih mulai menuai kecaman dari beberapa parpol peserta pemilu. Umumnya yang merespons balik terhadap kampanye tersebut adalah partai-partai yang sudah tidak asing dikenal kita. Sebut saja Partai Golkar.
Partai berlambang beringin pimpinan Akbar Tandjung itu lewat ucapannya menyatakan bahwa kampanye anticaleg tercela hanya membuang-buang energi saja, kurang begitu membawa hasil signifikan bagi bangsa. Dia, misalnya, memberikan contoh negara Vietnam dan Kamboja.
Dua negara yang hanya seumur jagung karena baru lepas dari konflik peperangan itu mulai melakukan perbaikan besar-besaran saat ini. Mereka, kata Akbar, lebih melihat dan memandang masa depan daripada mengungkit peristiwa masa lalu. Dengan begitu, lanjut dia, kini dua negara itu mampu bangkit dari keterpurukan.
Kita tentu saja tidak menolak pandangan seperti demikian, namun kita juga tidak mau begitu saja melupakan masa lalu bangsa. Akan sangat tidak adil mengabsahkan sejarah kelam bangsa yang justru dilakukan oleh orang yang saat ini masih berkeliaran bebas dan malah akan menjadi caleg parpol.
Bagaimana perbaikan bangsa akan terjadi kalau aktor yang telah menghancurkan bangsa ini kembali naik ke puncak pemerintahan. Apa jadinya, nasib bangsa ketika digenggam oleh perencana-perencana yang lebih mementingkan kepentingan pribadi partainya, figur-figur yang ambisius dan rakus akan harta dan kekuasaan.
Masa lalu bangsa adalah problem yang juga harus dituntaskan. Perbaikan bangsa harus dimulai dari figur-figur caleg yang bersih, memiliki dedikasi tinggi untuk kemajuan bangsa. Namun, indikasi adanya caleg tercela yang dicalonkan mulai terlihat, setidaknya beberapa orang caleg bermasalah dalam beberapa kasus akan kembali manggung ke pentas politik nasional.
Indikasi itu terlihat, misalnya, dari sikap eksklusif parpol. Mereka sengaja menutup-nutupi daftar caleg masing-masing hingga waktu yang dirasa tepat. Meskipun secara transparan akan diumumkan ke publik, calon-calon yang akan diumumkan nanti adalah calon yang dipilih tidak dengan sepengetahuan rakyat.
Hal itu sangat rentan politik dagang sapi. Sebuah politik timbal balik dan kasak-kusuk penuh tawaran. Politik dagang sapi yang terindikasi dalam sistem pemilihan caleg ini justru akan semakin memberikan peluang munculnya figur-figur tercela.
Indikasi kedua adalah keterlambatan dalam penyerahan daftar calegnya masing-masing. Atau paling tidak, waktu penyerahannya sangat dekat sekali dengan batas akhir yang ditentukan. Ini memperlihatkan bagaimana parpol bersangkutan tidak menghendaki calegnya diketahui rakyat terlalu dini. Hal itu dilakukan hampir sebagian besar parpol kontestan pemilu.
Kenyataan seperti inilah yang disuguhkan parpol-parpol sekarang. Mereka terlalu takut untuk mengungkapkan apa yang sesungguhnya ingin diketahui rakyat. Dengan demikian, maka akan kita lihat kinerja sesungguhnya parpol saat ini.
Bagaimana partai-partai saat ini tidak terlalu mendengar apa yang menjadi keinginan rakyat sesungguhnya. Mereka mulai mempraktikkan trik-trik khusus demi memuluskan jalan partainya meraih kemenangan meskipun harus mengambil caleg yang tercela.
Ada semacam kondisi yang kontras sedang dihadapi parpol. Orientasi yang mereka kedepankan adalah bagaimana memilih caleg yang dirasa mampu meraih simpati masyarakat banyak. Figur yang mampu memberikan sumbangan dana besar bagi partai untuk memenangkan partainya di satu sisi. Namun, di sisi lain, parpol dituntut untuk mendengarkan aspirasi rakyat yang menginginkan caleg yang bersih dan berwibawa.
Kondisi demikian justru tidak akan membawa perbaikan bangsa, tapi malah akan melestarikan budaya politik kotor. Dan, budaya itu tidak akan pernah terhenti jika parpol bersangkutan tidak mampu menghilangkan politik dagang sapinya. Meskipun segala keputusan berada di tangan rakyat untuk memilih caleg yang disodorkan, kalau kemudian daftar caleg yang disodorkan tidak secara transparan dipublikasikan, apa bedanya dengan membodohi rakyat.
Rakyat dipaksa untuk membeli seekor kucing dalam karung. Memilih caleg yang latar belakang dan kenyataan sesungguhnya ditutup-tutupi atau disimpan rapi-rapi dengan dalih pandangan masa depan sebagai prioritas utama.
Kalau sudah demikian adanya, satu hal mendasar yang harus dilakukan adalah keberanian moral. Keberanian mengungkap sesuatu yang ditutup-tutupi untuk dipublikasikan kepada rakyat. Agar rakyat tahu bahwa partai yang akan dipilihnya ternyata membawa orang-orang tercela.
Membawa orang-orang yang justru telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa. Orang-orang yang telah merugikan rakyat banyak. Keberanian ini tentunya harus ditopang juga dengan sikap objektif. Berbicara berdasarkan fakta yang ada tidak asal tuduh dan tuding. Karena salah tuding justru akan sangat berbahaya dampaknya bagi perbaikan bangsa ke depan.
Gerakan kampanye anti caleg tercela harus terus dikumandangkan ke segala pelosok negeri, hingga rakyat mengetahui apa sesungguhnya yang tengah terjadi di jagat perpolitikan nasional saat ini. Wallâh a‘lam bi al-Shawâb.

Indo Pos, Sabtu 3 Januari 2004

Tidak ada komentar: